Adanya dualisme penerapan standar yang diberlakukan pada instansi kabel di Indonesia ternyata menjadi beban bagi sebagian produsen kabel yang ada di Indonesia. Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pabrik Kabel Indonesia (Apkabel) Noval Jamalullail. Dirinya mengatakan bahwa saat ini, beberapa instansi yang ada di Indonesia masih meminta diberlakukannya produk kabel yang menggunakan standar dari PT PLN (persero) atau SPLN. Padahal sejauh ini pemerintah sendiri sudah memberlakukan wajib SNI (standar nasional Indonesia) bagi tiap produk kabel listrik seperti Federal Kabel, ataupun Supreme Kabel.
Noval menambahkan bahwa sejauh ini memang perbedaan dari kedua standar yang ingin diterapkan tersebut memang tidak terlalu besar, bedanya hanya mencakup warna maupun pelabelan saja. Akan tetapi dengan adanya dua standarisasi yang diberlakukan di Indonesia tersebut, menjadikan para produsen kabel merasa cukup terbebani dengan penambahan biaya ganda akibat dari dua proses sertifikasi yang berbeda-beda.
“sejauh ini, untuk kabel yang digunakan oleh PLN belum ada masalah khusus, karena PLN hanya menggunakan kabel-kabel transmisi khusus yang hanya PLN saja yang beli dan menggunakannya. Akan tetapi, bagi produk kabel lainnya, seperti kabel tegangan rendah hingga menengah, ini tentu akan sedikit merepotkan pihak pabrik.” ujar Noval.
Untuk itu, Noval menyarankan kepada berbagai pihak yang terkait untuk dapat bisa menyelaraskan dan menyeragamkan penggunaan Standar kabel yang digunakan dengan mengikuti ketetapan dan ketentuan SNI. Mengapa harus SNI? Karena kebanyakan pabrik akan lebih mengikuti SNI, dimana standarnya telah memenuhi standar International Electrotechnical comission dan terus mengalami pembaharuan. Hal ini berbanding terbalik bila melihat standar PLN yang tidak pernah berubah sejak tahun 1998 hingga 2000.
Pada akhirnya, Noval juga mengatakan bahwa para produsen harus memastikan adanya standar ganda tersebut tidak akan terulang pada jenis kabel yang nantinya akan digunakan untuk telekomunikasi.